Rabu, 23 Desember 2015

Hamzah Putraku yang spesial

Saat ini aku merasa gamang. Aku mempunyai putra yang berumur 7 tahun. Namanya Hamzah. Ia putra ke 4 dari 5 anak2ku. Saat berumur 6 bulan, Hamzah terserang virus meningitis ganas. Setelah berhari-hari dirawat di rumah sakit, Alhamdulillah Hamzah berangsur-angsur sembuh. Namun efeknya Hamzah tidak dapat mendengar dan menjadi hiperaktif. Aku dan istriku berusaha mengembalikan pendengarannya dengan menjual mobil satu2nya untuk bisa menanam alat di telinganya. Namanya operasi coclea implant.
Namun ternyata dia masih kesulitan untuk bicara. Sampai saat ini dia masih sulit berkomunikasi dengan lingkungannya. Aku dan istriku berusaha mengerti apa yang ia mau dan berusaha menurutinya.
Karena hiperaktif dan bosan di rumah, Hamzah sering kabur dari rumah dan berlari secepat kilat. Kadang aku dan keluarga lengah dan baru menyadari setelah Hamzah kabur cukup lama. Ini yang sangat mengkhawatirkanku karena dia sulit berkomunikasi. Ada teman menyarankan agar aku memakaikan gelang khusus yang berisi nomor telepon rumahku. Aku akan coba. Kelebihan Hamzah adalah dia selalu bisa membuka kunci pintu manapun.
Semoga jika besar nanti dia mulai dapat berkomunikasi... aaamiiin


Minggu, 03 Juli 2011

www.nike-ori.com

Nike dan Lacoste Ory untuk anak2 dan dewasa ukuran 31-46




Nike for kid 1022 buat cewek ukuran 36-40


Lengkapnya lihat di laman ya..

Senin, 09 November 2009

Bersegera Munuju Kebaikan

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa (Ali Imran: 133)
Di dalam Al-Qur’an, Allah selalu menggunakan bahasa yang menggugah agar manusia jangan berlambat-lambat melainkan bersegera menuju kebaikan. Kata wa saari’uu pada ayat di atas adalah salah satu contoh. Dalam surat Al-Baqarah: 148 ada contoh yang lain lagi, Allah berfirman: fastabiqul khairaat (maka berlombalah kalian dalam kebaikan). Antara kata wa saari’uu dan fastabiquu sekalipun intinya sama, yaitu bersegera dan bergegas menuju suatu tujuan, tetapi masing-masing mempunyai makna khusus: Dalam kata wa saari’uu yang ditekankan adalah kesegeraan bergerak, tanpa sedikit pun ragu, dan tanpa bertele-tele memikirkan sesuatu di luar itu, sehingga membuatnya tidak maksimal. Begitu ada panggilan shalat misalnya, ia segera bangkit meninggalkan segala pekerjaan apapun pentingnya pekerjaan itu, karena ia tahu bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih penting dari pada shalat. Adapun kata fastabiquu lebih kepada perintah berlomba jangan sampai keduluan yang lain. Di sini terkesan ada banyak orang yang masing-masing bergerak cepat dan bersegera untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu contoh, ketika menggambarkan bagaimana Nabi Yusuf as. dan wanita yang menggodanya sama berlomba menuju pintu Allah berfirman, “Wastabaqaal baab (dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu) (Yusuf: 25). Dalam perlombaan ada tenaga ekstra yang digunakan, segala kemampuan dikerahkan sehingga cita-cita yang diinginkan bisa diraih.
Selain istilah wa saa ri’uu dan fastabquu dalam surat Al-Hadid ayat 21 Allah menggunakan istilah saabiquu, ini pengertiannya lebih dahsyat lagi. Sebab dalam kata saabiquu terkandung makna bukan hanya bersegera atau berlomba, melainkan lebih dari itu kalahkan yang lain. Dalam hal ini seorang hamba tidak hanya diajak untuk sekadar bekerja keras, melainkan juga berkualitas. Sebab jika hanya bersegera dan berlomba tetapi tidak bisa mengalahkan yang lain secara kualitas, usaha tersebut bisa dikatakan tidak efektif. Simaklah firman Allah mengenai makna saabiquu tersebut, “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Penting untuk dicatat bahwa Al-Qur’an telah begitu dalam menggugah agar umat Islam tidak menjadi umat yang berleha-leha. Melainkan umat pionir dalam segala kebaikan. Tidak ada rumus istirahat dalam Al-Qur’an, maka begitu seseorang mengaku sebagai hamba Allah di saat yang sama segera bergerak melakukan segala kebaikan yang tak terhingga luasnya: dari sejak bangun tidur sampai tidur kembali, dan dari urusan masuk kamar mandi sampai urusan kenegaraan. Semua dalam Islam ada aturannya, yang jika itu semua diikuti dengan niat ketaatan kepada Allah, akan menjadi potensi kebaikan yang luar biasa pahalanya.
Lebih jauh, mengapa Allah menggunakan istilah yang begitu menekankan keharusan untuk bersegera dalam kebaikan? Pertama, bahwa melakukan dan menyebarkan kebaikan (al-khairaat) adalah tugas pokok setiap insan. Tanpa kebaikan Allah manusia di muka bumi ini bisa dipastikan telah musnah sejak ratusan tahun yang silam. Dalam surat Abasa 80/20 Allah berfirman, “Tsummas sabiila yassarah” (Kemudian Dia memudahkan jalannya). Maksudnya Allah permudah segala yang menjadi kebutuhan manusia baik secara fisik maupun secara rohani. Dari segi kebutuhan fisik Allah turunkan hujan dari langit dan pancarkan air dari bumi dengannya manusia, Allah tumbuhkan pohonan yang berbuah dengannya manusia bisa makan dan lain sebagainya. Adapun dari segi kebutuhan rohani Allah utus nabi-nabi yang mengajarkan al kitab, lalu kepada nabi terakhir Muhammad saw. Allah turunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. Maka tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak berbuat baik. Kedua, bahwa usia manusia terbatas, dan tidak ada seorang pun tahu kapan ia akan meninggal dunia. Allah berfirman, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (Al-A’raaf: 34). Karena itu seorang hamba hendaknya segera melakukan kebaikan. Jika tidak, ia akan menjadi orang yang paling sengsara tidak hanya di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat.
Pada ayat di atas Allah berfirman, “wa saari’uu ilaa maghfiratin mirrabbikum” lalu dalam surat Al hadid: saabiquu ilaa maghfiratin mirrabbikum sementara dalam surat Al-Baqarah, “fastabiqul khairaat.” Apa beda antara maghfirah (ampunan) dan al khiraat (kebaikan)? Imam An-Nawawi dalam bukunya Riyadhus Shaalihiin h.58-61 menyebutkan beberapa hadits untuk menerangkan makna bergegas meraih ampunan dan melakukan kebaikan:
Pertama, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal yang shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita dimana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman tapi pada waktu sore ia kafir, pada waktu sore ia beriman tapi pada waktu pagi ia kafir, ia rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia. (H.R. Muslim)
Kedua, dari Abu Sirwa’ah ‘Ukbah bin Al-Harist ra. Berkata, “Saya shalat Ashar di belakang Nabi saw. di Madinah setelah salam beliau terus cepat-cepat bangkit melangkahi leher barisan para sahabat menuju kamar salah satu istrinya. Para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu kemudian beliau keluar dan melihat para sahabat terkejut atas ketergesaannya itu beliau bersabda, “Aku ingat sepotong emas dan aku tidak ingin terganggu karenanya maka aku menyuruh untuk membagikannya.” (H.R. Bukhari)
Ketiga, dari Jabir ra. mengatakan bahwa pada perang Uhud ada seseorang bertanya kepada Nabi saw, “Apakah tuan tahu, seandainya saya terbunuh maka di manakah tempat saya? Beliau menjawab, “Si dalam surga. Kemudian orang itu melemparkan biji-biji korma yang ada di tangannya lantas maju perang sehingga ia mati terbunuh. (H.R. Bukhari-Muslim)
Keempat, dari Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa ada seseorang datang kepada Nabi saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih ingin kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga bila nyawa sudah sampai di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata: untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris) (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kelima, dari Anas ra. bahwasanya Rasulullah saw. pada perang Uhud mengambil pedang seraya bersabda: siapakah yang mau menerima pedang ini? Maka setiap orang mengulurkan tangannya sambil berkata: saya, saya. Beliau bersabda lagi, “Siapa yang mau mengambilnya dengan penuh tanggung jawab? Maka semua orang terdiam, kemudian Abu Dujanah ra. berkata: saya akan menerimanya dengan penuh tanggung jawab. Maka pedang itu diberikan kepada Abu Dujanah kemudian ia mempergunakannya untuk memenggal leher orang-orang musyrik. (H.R. Muslim)
Keenam, dari Zubair bin ‘Adi berkata: kami datang kepada Anas ra. dan mengadukan masalah penderitaan yang kami hadapi atas kekejaman Al-Hajjaj, kemudian Anas menjawab: sabarlah kamu sekalian, sesungguhnya nanti akan datang suatu masa dimana penderitaan lebih berat lagi, sehingga kamu sekalian bertemu dengan Tuhanmu (mati), saya mendengar itu dari Nabi saw. (H.R. Bukhari)
Ketujuh, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Bersegeralah kamu sekalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal: apakah yang kamu nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahkan segalanya atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah suatu yang sangat berat dan menakutkan. (H.R. Tirmidzi)
Kedelapan, dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Saya akan benar-benar menyerahkan panji ini kepada seseorang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, dimana Allah akan mengaruniakan kemenangan kepadanya. Umar ra berkata, “Saya tidak ingin memegang pimpinan kecuali pada hari ini, maka saya menunjukkan diri dengan harapan dipanggil oleh Nabi saw. untuk memimpinnya. Tetapi Rasulullah memanggil Ali bin Abu Thalib dan menyerahkan panji itu kepadanya seraya bersabda, “Majulah ke depan dan janganlah kamu menoleh ke belakang sebelum Allah memberi kemenangan kepadamu. Kemudian Ali melangkah beberapa langkah lantas berhenti tetapi tidak menoleh ke belakang dan berteriak: wahai Rasulullah, kepada siapakah saya harus berperang?” Beliau menjawab, “Perangilah mereka sehingga mereka menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. apabila mereka telah menyaksikan yang demikian itu maka kamu tidak boleh lagi memerangi mereka baik darah maupun harta bendanya kecuali dengan haknya, adapun masalah perhitungan mereka adalah terserah Allah. (H.R. Muslim)


Disadur dari tulisan Dr Amir Faisol

Minggu, 19 Oktober 2008

KEUTAMAAN SHOLAT DHUHA

Didalam Surah Adh-Dhuha Allah swt bersumpah dengan waktu dhuha dan waktu malam: “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi.” (QS. 93:1-2). Pernahkah terlintas dalam benak kita mengapa Allah swt sampai bersumpah pada kedua waktu itu?. Beberapa ahli tafsir berpendapat bahwa kedua waktu itu adalah waktu yang utama paling dalam setiap harinya.
Pada waktu itulah Allah swt sangat memperhatikan hambaNya yang paling getol mendekatkan diri kepadaNya. Ditengah malam yang sunyi, dimana orang-orang sedang tidur nyenyak tetapi hamba Allah yang pintar mengambil kesempatan disa’at itu dengan bermujahadah melawan kantuk dan dinginnya malam dan air wudhu’, bangun untuk menghadap Khaliqnya, tidak lain hanya untuk mendekatkan diri kepadanya.Demikian juga dengan waktu dhuha, dimana orang-orang sibuk dengan kehidupan duniawinya dan mereka yang tahu pasti akan meninggalkannya sebentar untukkembali mengingat Allah swt, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Zaid bin Arqam ra ketika beliau melihat orang-orang yang sedang melaksanakan shalat dhuha: “Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat itu dilain sa’at ini lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Shalat dhuha itu (shalatul awwabin) shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim).
1. Meningkatkan kedekatan kita kepada Allah
Bagaimana tidak senang Allah dengan seorang hamba yang seperti ini, sebagaimana janjiNya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. 5:35). Diakhir ayat ini terlihat Allah menyatakan kata “beruntung” bagi hambanya yang suka mendekatkan diri kepadanya. Nach.. kalau bicara tentang beruntung tentu ini adalah rejeki bagi kita. Dan satu hal yang perlu kita ingat bahwa rejeki itu bukan hanya bentuknya materi atau uang belaka. Tetapi lebih dalam dari itu, segala sesuatu yang diberikan kepada kita yang berdampak kebaikan kepada kehidupan kita didunia dan diakhirat adalah rejeki. Dan puncak dari segala rejeki itu adalah kedekatan kepada Allah swt dan tentu kalau berbicara ganjaran yaitu kenikmatan puncak yang paling akhir adalah syurga.
Dikatakan oleh Imam Syafei’: Tidak ada alasan bagi seorang mukmin untuk tidak melakukan shalat dhuha”. Hal ini sudah jelas dikarenakan oleh seorang mukmin sangat apik dan getol untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya”.
2. Sarana jalan agar dicukupkan segalanya/ rejeki pada hari itu
Allah bakal menjamin dan mencukupkan segalanya dengan limpahan barakah sepanjang hari itu, sehingga bathinpun akan terasa damai walau apapun tantangan hidup yang merongrong, karena dia telah sadar semua itu ketetapan Allah :
"Hai anak Adam, bersembahyanglah untuk KU empat rakaat pada pagi hari, aku akan mencukupimu sepanjang hari itu" (Riwayat Ahmad dari Abi Murrah).
Coba renungkankan isi daripada do'a setelah shalat dhuha itu, nadanya seolah-olah memaksa untuk diperkenankan oleh Allah. Dan memang demikianlah lafadz do'a tersebut diajarkan oleh Rasulullah SAW :
"Ya Allah, bahwasanya waktu dhuha itu waktu dhuha (milik) Mu, kecantikan ialah kencantikan (milik) Mu, keindahan itu keindahan (milik) Mu, kekuatan itu kekuatan Mu, kekuasaan itu kekuasaan Mu, dan perlindungan itu perlindungan Mu".
Ya Allah, jika rizqiku masih diatas langit, kumohon turunkanlah (berlafadz perintah), dan jika ada di didalam bumi, keluarkanlah, jika sukar, mudahkanlah, jika haram sucikanlah, jika masih jauh dekatkanlah, berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaan Mu, limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba Mu yang shaleh".
Oleh karena itu para ulama mengajarkan kita untuk berdo’a tentang rejeki ketika selesai shalat dhuha. Jadi salah satu fadilah (keutamaan) dari shalat dhuha itu adalah sarana jalan untuk memohon limpahan rejeki dari Allah swt.
3. Menggantikan ketergadaian setiap anggota tubuh kita
Keutamaan shalat dhuha juga dapat mengantikan ketergadaian setiap anggota tubuh kita pada Allah, dimana kita wajib membayarnya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah; maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut” (HR Muslim).
4. Amalan Rasulullah SAW tauladan kita
Lebih dalam dari itu lagi adalah shalat dhuha ini adalah salah amalan/kebiasaan yang disukai Rasulullah saw beserta para sahabatnya (sunnah), sebagaimana anjuran beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah ra: “Kekasihku Rasulullah saw telah berwasiat kepadaku agar puasa tiga hari setiap bulan, dua raka’at dhuha dan witir sebelum tidur” (Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
Bahkan diakheratpun /di hari kiamat orang itu dipanggil/dicari Allah untuk dimasukkan ke dalam syurga-Nya, sebagaimana sabda-Nya didalam hadits qudsi :
Dari Abu Huraerah ra :“.Sesungguhnya di dalam syurga, ada pintu yang dinamakan pintu DHUHA, maka ketika datang hari kiamat memanggillah (yang memanggil Allah), dimanakah orang yang selalu mengerjakan shalat atas Ku dengan Shalat DHUHA? inilah pintu untukmu, maka masuklah kamu ke dalam syurga dengan rahmat Allah". (Riwayat Thabrani).
Itulah keistimewaan dan keutamaan shalat DHUHA yang ke-5, Selain didunia memberikan keberkahan hidup kepada pelakunya, di yaumil qiamah nanti mereka akan masuk syurga Allah lewat pintu yang bernama pintu Dhuha. Jadi tidak ada alasan lagi bagi kita sebagai seorang muslim yang mempunyai tujuan hidup untuk mendapatkan ridhoNya meninggalkan shalat dhuha karena kesibukan duniawi kita kecuali karena kelalaian dan kebodohan kita sendiri.
Kalaulah dirasa berat hanya apabila belum biasa dan belum tahu keistimewaannya. Lain halnya dengan orang yang sudah tahu keistimewaannya dan imannya pun cukup kuat, tentu walau bagaimanapun keadaannya, apakah dia mau berangkat, ataukah sedang dikantor, tentu ia mengutamakan shalat itu barang sebentar, ia merasa sayang akan keutamaan ridha Allah yang ada pada shalat tersebut.